Ujang (4
thn), adalah seorang bocah yang tinggal di Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. Tapos merupakan desa yang terletak di lereng bukit Gunung
Salak, gunung yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi beberapa waktu silam.
Jarak dari ibukota kabupaten Bogor, sekurang-kurangnya 30 kilometer dengan
jarak tempuh sepeda motor sekitar satu jam perjalanan. Layaknya daerah
pegunungan lain, kontur tanah di desa Tapos tidak datar sehingga antara satu
pemukiman dengan pemukiman lain sering dipisahkan lembah perbukitan. Ujang,
yang belum memasuki sekolah, tinggal bersama kedua orang tuanya. Layaknya anak
desa, sehari-hari ia habiskan waktunya untuk bermain. Namun, satu hal yang
menginspirasi adalah kebiasannya dalam membantu orang tua. Setiap hari, bocah
yang tinggi tubuhnya belum sampai 1 meter ini, terbiasa mengambil air
bersih dengan menggunakan baskom plastik. Air diambil dari bak penampungan di
lingkungan RT yang dihuni tidak kurang 30 KK itu. Bak penampungan itu sendiri
merupakan bangunan yang baru dibangun bulan Oktober 2012 lalu atas bantuan
program PNPM Mandiri Perdesaan. Melalui bangunan yang menghabiskan dana sekitar
Rp. 33 juta itulah, warga yang sebelumnya bertahun-tahun mengalami kesulitan
air bersih, akhirnya terbebas dari kesulitan akses air bersih.
Namun
membuat instalasi penyaluran air ke rumah bukanlah perkara mudah. Bak
penampungan yang berlokasi di bawah bukit, sedang rumah warga diatasnya,
membuat tekanan air sulit naik ke atas. Disisi lain, dusun yang dihuni
mayoritas RTM (Rumah Tangga Miskin) berkesulitan jika harus swadaya uang.
Alhasil, cara pengambilan air pun diserahkan ke masing-masing warga yaitu
dengan cara manual. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ujang bocah
kecil ini, setiap harinya ia harus naik turun bukit untuk mengambil air dari
bak penampungan ke rumahnya. Tak jarang, air yang diwadahi baskom pun tertumpah
dan tersisa sedikit sesampainya di rumah. Tapi tekadnya tak surut, tubuh
kecilnya tak membuat semangatnya mengecil. Ia tetap bersabar bolak-balik dari
rumah ke bak penampungan air meskipun jika dihitung bisa puluhan kali hanya
untuk memenuhi gentong air di rumahnya.
Bagi
sebagian orang, mungkin air bersih bukan masalah. Sesukanya jika ingin
mengambil atau memanfaatkannya. Ambil contoh di hotel, sudah rahasia umum
kampanye air bersih sulit dipraktekan di tempat yang demikian dengan alasan
bahwa para penghuninya sudah membayar mahal untuk menikmati fasilitas termasuk
air. So, gak perlu hemat karena dianggap merugi. Tapi, anggapan seperti inilah
yang pada akhirnya membuat air lama kelamaan menghilang dari muka bumi karena
terjadinya eksplorasi dan ekploitasi besar-besaran melalui sumur dan mesin
pompa.
Kembali ke
cerita ujang, kita melihat bagaimanakah perjuangan seorang anak (mewakili
keluarganya), untuk mendapatkan air bersih yang ternyata tak mudah. Ia harus
rela naik turun bukit dengan wadah dan hasil seadanya. Cerita demikian
menunjukan manusia harus bersahabat dengan air, salah satunya dengan menghemat
sebisa mungkin dan ini menjadi pelajaran bagi siapapun manusia Indonesia yang
tidak ingin dilanda krisis air, maka harus bersahabat dengan air…Berhematlah
sejak sekarang..!!