Minggu, 09 Juni 2013

Islam dan Pola Hidup Sederhana



Sederhana adalah kata sifat yang bermakna “bersahaja” atau “tidak berlebih-lebihan”. Orang yang hidup sederhana adalah orang yang hidup dengan bersahaja dan tidak berlebih-lebihan. Ketika kekurangan, orang yang sederhana tidak akan menghalalkan segala cara, termasuk menyusahkan dirinya, untuk memperoleh harta agar dihormati oleh orang lain. Begitu pula, ketika mempunyai harta lebih, orang sederhana tidak akan tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk hartanya di rumah sendiri, tidak pula memanjakan diri dengan segala fasilitas serba lux.
Kesederhanaan adalah kisah langka di era modern. Buktinya, banyak dari kita yang selalu merasa “tidak cukup”, meski hidup sudah tercukupi. Bahkan karena tidak bisanya hidup sederhana, ada orang yang sedang dihukum pun nekad membawa kemewahan ke dalam penjara. Mungkin baginya, tidak sah hidup di zaman kini tanpa melekatkan berbagai atribut kemewahan dalam dirinya.
Di era yang menjadikan benda sebagai pujaan, kesederhanaan adalah nilai usang. Hidup sederhana dianggap tidak populer dan tidak mempopulerkan. Kalau pun banyak orang sederhana, itu karena tidak ada pilihan lain kecuali hidup “seadanya”. Orang yang hidup terjepit nasib dan pemiskinan.
Anjuran Hidup Sederhana
Padahal Islam adalah agama yang menganjurkan umatnya untuk hidup sederhana. Islam mengajarkan agar membelanjakan harta tidak secara berlebih-lebihan dan tidak pula kikir (QS Al-Furqaan 25: 67). Di sisi lain, Islam juga mengecam mereka menumpuk-numpuk harta dengan akan memasukan ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Sementara mereka yang sukanya menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah:34).
Bukan tanpa alasan Islam menganjurkan umatnya untuk hidup sederhana. Pola hidup sederhana sejatinya akan membawa ketenangan hidup. Pola hidup sederhana juga bisa menjauhkan diri dari gaya hidup boros dan berlebih-lebihan (konsumtivisme). Orang yang sederhana, hidupnya tidak diburu oleh nafsu, pikiran selalu kurang, dan oleh berbagai ambisi yang membuat jiwa semakin kering.
Secara sosiologis, pola hidup sederhana dapat merekatkan semua kelompok dalam masyarakat. Orang kaya yang sederhana, akan dengan mudah membangun relasi dengan orang miskin. Begitu pula seorang pejabat yang sederhana bisa berinteraksi dengan rakyatnya tanpa ada jurang pemisah.
Selain itu, kesederhanaan bisa juga menimbulkan empati satu sama lain. Seorang pemimpin yang sederhana akan dicintai oleh rakyatnya. Sementara pemimpin yang gemar menumpuk harta akan dibenci bahkan ditumbangkan oleh rakyatnya. Ingatlah para pemimpin dunia yang dijatuhkan oleh rakyatnya sendiri karena pemimpin itu gemar menumpuk harta, termasuk dengan jalan korupsi.
Kesederhanaan Muhammad SAW
Kesederhanaan juga ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW. M. Quraish Shihab dengan mengesankan menggambarkan kesederhanaan Nabi dengan menulis bahwa harta beliau yang paling mewah hanyalah sepasang alas kaki berwarna kuning yang merupakan hadiah dari Nigus dari Abbisinia. Beliau tinggal di pondok kecil beratapkan jerami yang tingginya dapat dijangkau oleh seorang remaja. Sekat-sekat kamarnya terbuat dari batang pohon yang dilekatkan dengan lumpur bercampur kapur. Beliau sendiri yang menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu, dan menjahit alas kakinya yang putus. Santapannya yang paling mewah dan jarang dinikmatinya adalah madu, susu, dan lengan kambing (M. Quraish Shihab: 1994).
Begitu sederhananya Nabi Muhammad SAW, meskipun sudah menguasai seluruh Jazirah Arab, tetap tidak tergoda dengan kemewahan dan kekuasaan duniawi. Padahal, jika saja Nabi mau, keinginan apa pun, sebagai penguasa waktu itu, akan dipenuhi. Namun, Nabi bukanlah sosok yang gemar memamerkan harta, bukan pula manusia yang siap angkuh berdiri di tengah kekuasaannya. Beliau adalah sosok sederhana yang justru sangat populer tatkala dirinya tidak berambisi untuk dipopulerkan.
Sepanjang hayatnya, Nabi Muhammad SAW adalah orang yang konsisten pada pola hidup yang sederhana. Ketika beliau wafat, tidak banyak harta yang ditinggalkannya. Amru bin Harith meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika wafat tidak meninggalkan dinar, dirham, hamba sahaya lelaki atau perempuan, dan tiada sesuatu apa pun, kecuali keledai yang putih yang biasa dikendarainya dan sebidang tanah yang disedekahkan untuk kepentingan orang rantau (HR. Bukhari).
Berbanding terbalik dengan para pemimpin kita yang seolah terus merasa kekurangan. Meski hidup sudah lebih dari cukup, masih minta naik gaji. Meski belum bisa dijadikan teladan oleh rakyatnya, sudah minta fasilitas nomor wahid. Meski belum bisa bekerja secara maksimal, tetap ingin merencanakan gedung baru yang lebih besar dan mewah. Selain itu, banyak pula pemimpin yang setelah menjabat ditemukan limpahan nominal uang di rekeningnya. Ada pula yang menjadi orang nomor satu di negeri ini, tatkala lengser dari jabatannya, hartanya berlimpah, bahkan ada yang menganggapnya tidak akan habis “tujuh turunan”.
Pemujaan terhadap hidup mewah, glamour, dan selalu merasa kurang adalah cerminan hidup yang jauh dari praktik Nabi. Hidup yang demikian menempatkan benda sebagai dewa. Seolah ketenangan dan kebahagian hidup tergantung pada banyaknya harta. Prestasi kemanusiaan hanya ditentukan fasilitas mewah. Padahal, Nabi Muhammad SAW telah membuktikan bahwa dengan hidup sederhana kemajuan bidang sosial maupun politik bisa diraih. Pun, kesederhanaan hidup tidak lantas harga diri beliau turun. Tidak pula pengaruh beliau menyusut. Jikalau ada lembaga survei waktu itu, akan terbukti bahwa kesederhanaan beliau tidak pernah menjadi variabel yang membuat angka popularitas Nabi menurun. Sebaliknya, beliau semakin dikenal karena banyak orang kagum atas kesederhanaannya.
Tapi, dasar manusia itu seperti seekor keledai (kata seorang penulis), setelah diberitahu dan dicambuk pun, sering tidak bergeming. Ketika diperingatkan, termasuk dianjurkan untuk hidup sederhana, banyak manusia masih saja asyik mengikuti hawa nafsunya, hidup glamour dan tidak terkendali.
Dengan tulisan ini, kita bisa memandang hidup dengan penuh kesederhanaan. Semoga!
 Dari : berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar