Kaitan Wawasan Nusantara dengan
Otonomi Daerah
Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dankeutuhan wilayah
nasional. Pandangan untuk tahap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah ini merupakan modal berharga dalammelaksanakan pembangunan. Wawasan
nusantara juga mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem
ekonomi, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem pertahanan keamanan
dalam lingkup negara nasionalIndonesia. Cerminan dari semangat persatuan itu
diwujudkan dalam bentuk negara kesatuan. Namun demikian semangat
perlunya kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan itu jangan sampai
menimbulkan negara kekuasaan. Negaramenguasai segala aspek kehidupan
bermasyarakat termasuk menguasaihak dan kewenagan yang ada didaerah-daerah di
Indonesia. Tiap-tiapdaerah sebagai wilayah (ruang hidup) hendaknya diberi
kewenanganmengatur dan mengelola sendiri urusannya dalam rangaka
mendapatkankeadilan dan kemakmuran.Oleh karena itulah, dalam menyelenggarakan pemerintahannya
NegaraKesatuan Republik Indonesia menganut asas desentralisasi,
bukansentralisasi. Desentralisasi artinya, penyerahan urusan pemerintah dari
ataskepada pemerintah di bawahnya untuk menjadi urusan rumah
tangganya. Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi dalam
penyelenggaran pemerintahan memberikan kesempatan dan keeluasaan kepada
daerahuntuk menyelenggarakan kekuasaan. Kekuasaan terbagi antara
pemerintah pusat dan daerah. Daerah memiliki hak otonomi untuk
menyelenggarakankekuasan. Desentralisasi inilah yang menghasilkan otonomi
daerah diIndonesia.
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) definisi ot onomi
daerah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
B. Dasar Hukum Otonomi Daerah
Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan
yang kuat, yakni :
1. Undang-Undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas
Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan
Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan
pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan
amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan
undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945
pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI,
yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri
tertulis secara umum dalam pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh
undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan,
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan,
“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
2. Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah
dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang
mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15
Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dari ketiga dasar perundang-undangan
tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki
dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar
hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara
optimal.
C. Wewenang Otonomi Daerah
Sesuai dengan dasar hukum yang
melandasi otonomi daerah, pemerintah daerah boleh menjalankan otonomi seluas-luasnya
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat. Maksudnya, pelaksanaan kepemerintahan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah masih berpatokan pada undang- undang pemerintah pusat. Dalam
undang undang tersebut juga diatur tentang hak dan kewajiban pemerintah daerah
yaitu :
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
·
Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
·
Memilih pimpinan daerah
·
Mengelola aparatur daerah
·
Mengelola kekayaan daerah
·
Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
·
Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang berada di daerah
·
Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, dan
·
Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai
kewajiban:
·
Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,
serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
·
Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
·
Mengembangkan kehidupan demokrasi
·
Mewujudkan keadilan dan pemerataan
·
Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
·
Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
·
Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
·
Mengembangkan sistem jaminan social
·
Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
·
Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
·
Melestarikan lingkungan hidup
·
Mengelola administrasi kependudukan
·
Melestarikan nilai sosial budaya
·
Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya, dan
·
Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
D. Dampak Positif dan Dampak Negatif
Otonomi Daerah
1. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah
bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan
untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang
dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah
dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga
pariwisata.
Dengan melakukan otonomi daerah maka
kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut
dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih menegeti keadaan dan situasi
daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripada pemerintah
pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan
pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk
disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka
pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras meskin tersebut untuk membagikan
sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga
system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan
yang dianggap perlu saat itu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah
adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan
tindakan yang dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak
sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara,
seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal
tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan
lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang
dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu
berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan
antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu
daerah sedang mengadakan promosi pariwtsata, maka daerah lain akan ikut
melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain
itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar
daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan
daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada
pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar
pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar